Tribute To: Raden Hoentoro Hadiwidjojo Kolopaking (Ko Hoen).

Spread the love

Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra

Tribute To: Raden Hoentoro Hadiwidjojo Kolopaking (Ko Hoen).

Bagaikan petir menggelegar saat saya mendapat kabar, P. Hoentoro Hadiwidjojo Kolopaking atau yang  biasa saya panggil Ko Hoen, meninggal dunia siang ini, 4 juli 2021.
Rasanya sejenak dunia berhenti berputar.
Tidak percaya! Benarkah?

Beberapa hari terakhir cukup menegangkan. Eko, sang keponakan, pontang-panting kian kemari. Perlu rumah sakit, donor plasma hingga obat langka: Remdesivir. Konon hanya rumah sakit yang bisa pesan. Begitu saya blast di berbagai grup WA, banyak teman-teman yang membantu dengan berbagai info.
Terimakasih sebesar-besarnya, untuk kasih,  perhatian, bantuan dan dukungan doa dari teman-teman, yang sungguh tak ternilai harganya. Terlebih lagi bagi P. Robby yang mendonorkan darahnya untuk plasma. Tuhan yang membalasnya.

Perasaan bercampur-baur…
Ko Hoen gemar naik motor gede. Koleksi Mogenya berderet berpuluh-puluh…
Gayanya trendy dengan rambut panjang dikuncir ke belakang, berkaos dan sepatu boots. Pokoknya gaya anak muda banget…
Berbeda dengan penampilan pria berusia kepala tujuh lainnya.
Masih rutin berkantor di 2 perusahaannya. Kreatif, penuh inisiatif, cerdas dan rendah hati.
Sekali waktu masih mengendarai mobil sendiri dan tidak wajib mobil super-mewah.

Ingatan pun melayang pada masa kecil.
Papa saya mengangkat saudara dengan 4 orang sahabatnya, salah satunya papanya Ko Hoen. Panca Saudara, namanya.
Jadilah kami bersaudara.
Saat kecil saya kerap melihat Ko Hoen berbincang-bincang masalah bisnis dan lainnya dengan papa. Usia kami terpaut puluhan tahun, lebih sering Ko Hoen menyapa saya sebagai adik kecil.

Yang istimewa, papa selalu menggambarkan apa itu UHAO (berbakti) dengan sosok Ko Hoen.
Orang Kebumen, -kampung halaman kami-, yang sukses besar di Jakarta, ya… Ko Hoen.
Jadi sejak kecil sudah tertanam dalam pikiran saya, gambaran:
Berbakti + Sukses = Ko Hoen.
Maka saya pun menjadi fans Ko Hoen.

Mengapa?
Orang sukses dan kaya di Jakarta, itu banyak…
Tetapi yang seperti Ko Hoen, membantu banyak sekali orang di mana-mana, tidak banyak. Dia bijak, dermawan, penuh belas kasih dan rendah hati.
Bahkan di Kebumen, nyaris ada satu daerah, yang hampir semua keluarga dibantu olehnya. Ada yang dibelikan rumah, ditolong saat terjerat hutang bank dsb.
Ko Hoen ‘malaikat’ yang selalu siap menolong.
Belum lagi yang disekolahkan, bahkan hingga S2 di luar negeri.
Tidak heran saat mendengar Ko Hoen meninggal, ada seorang ibu yang langsung pingsan.

Kerabat kami bercerita, suatu ketika bisnisnya mengalami kesulitan keuangan. Dia datang meminjam sejumlah uang pada Ko Hoen.
Ketika usahanya membaik, dia hendak mengembalikan, tentu tidak lupa dia menanyakan harus menambah berapa % bunganya.
% dalam Bahasa Hokian biasa disebut Hoen.

“Bunganya yo… Hian Hoen… ,” ujar Ko Hoen bercanda karena Hian Hoen itu nama Ko Hoen.
Akhirnya uang dikembalikan tanpa bunga, karena Ko Hoen tidak mau menerima bunganya. Dia hanya ingin membantunya maju.

Beliau tidak hanya berbakti pada orangtua dan keluarganya tetapi sangat berbakti  dan menunjukkan rasa hormat yang luar biasa kepada teman-teman papanya mau pun orangtua mana pun. Baik dengan siapa saja.
Setiap ke Kebumen, menyempatkan diri menjenguk teman-teman papanya.

Ketika papa saya meninggal, saya berpikir tentu sikap Ko Hoen berubah.
Ternyata tidak!
Secara rutin, setiap beberapa waktu, Ko Hoen tetap menelpon menanyakan kabar mama.
Yang unik lagi, setelah mama meninggal, Ko hoen masih menelpon adik ipar saya, Ayda, menanyakan kesehatannya. Mengingat Ayda yang selama ini merawat mama dan dia single parent.
Wow….
Sungguh sikap yang langka.

Ko Hoen yang jauh lebih sepuh, justru menelpon yang muda-muda.
Kadang Ko Hoen juga menelpon saya, sekedar memastikan semuanya baik-baik saja.

Tidak pernah menyombongkan diri, penampilannya bersahaja padahal beliau termasuk bilangan orang kaya lama di Jakarta yang asetnya berjibun.
Betul-betul seperti padi, semakin berisi justru semakin merunduk.

Bahkan ketika makan bersama di resto, sambil mengobrol saat menanti makanan disajikan, beliau menyempatkan diri membersihkan sendok dengan tissue dan diberikan kepada kami yang jauh lebih muda.
Saya terpukau dengan perhatiannya dalam hal-hal kecil.
Beliau boss besar lho…
Dan memperlakukan semua orang dengan hormat. Tidak membedakan kaya atau miskin.

Makanan favoritnya tetap Nasi Penggel, makanan khas Kebumen, yang disajikan dengan alas daun pisang. Dijual di teras rumah penduduk. Ko Hoen tidak keberatan menikmatinya sambil duduk di kursi panjang dari bambu, bersama penduduk setempat.

Oh ya… Setiap ada teman-teman papanya, atau teman dekat yang meninggal, bela-belain dari Jakarta ke Kebumen, ke kota-kota lainnya bahkan hingga ke luar pulau sebagai penghormatan terakhir.

Dalam sebuah kesempatan, saya bercerita pada Ko Hoen bagaimana papa Ko Hoen selalu menasehati saya, agar kelak menjadi anak yang berbakti seperti Ko Hoen.

Ko Hoen pun bercerita…
Saat mulai berbisnis dan sukses, Ko Hoen menceritakan pencapaiannya kepada papanya.
Tetapi bagaimana respon papanya?

“Kamu belum sukses kalau kamu hanya bisa mengumpulkan untuk dirimu sendiri atau sekedar mengentaskan keluarga besarmu saja. Orang yang sukses adalah orang yang bisa menolong orang lain. Ukuran kesuksesanmu adalah seberapa banyak orang yang bisa kamu bantu,Papa Ko Hoen memberikan wejangannya.
Nlai-nilai inilah yang mendorong Ko Hoen begitu dermawan, berbagi kepada banyak orang.
Berbagai acara yang digagas termasuk Acara Paguyuban Bumenan, Ko Hoen sponsornya….
Reuni Panca Saudara, Ko Hoen juga yang aktif supaya persaudaraan tetap terjalin.
Ko Hoen-lah pemersatu di mana-mana.

Nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua, menentukan apa yang dikerjakan oleh generasi berikutnya.

Dan yang dilakukan Ko Hoen bergema dengan sangat lantang, terbukti dari banyaknya yang post foto Ko Hoen lengkap dengan wejangannya.

Hormati orangtua, kasihi dan layani orangtua selama masih hidup. Kalau kamu berbakti pada orangtua, maka rejekimu berlimpah,” nasehat Ko Hoen terus terngiang di telinga.

Keteladanan berbicara lebih keras daripada sejuta kotbah, ujar orang bijak.

Belajar dari Ko Hoen, mari kita mengisi hidup ini dengan kebaikan.
Pastikan apa yang kita lakukan adalah hal-hal yang memberi manfaat dan membawa kebaikan bagi banyak orang.

Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya- Raja Salomo

Ketika seseorang meninggal dunia, tidak ada yang menanyakan berapa banyak asetnya.
Yang dikenang orang, seberapa banyak hidup orang lain menjadi lebih baik karena mereka mengenal kita. Keteladanan dan nilai-nilai apa yang kita tabur dalam kehidupan orang lain? Itu yang bermakna!

Kisah Ko Hoen pun saya tulis menjadi salah satu artikel di buku “Seruput Kopi Cantik YennyIndra for a better relationship,” yang menginspirasi banyak orang.

Ko Hoen, Selamat menikmati kebahagiaan bersama Bapa di surga.

There are no goodbyes for us…
Wherever you are….
You will always be in our heart…

“It’s not how long you live, but how you live that’s important. Therefore, don’t make your life just livable, make it memorable.”— Tony Robbins

Bukan berapa lama Anda hidup, tetapi bagaimana Anda menghidupinya, itulah yang penting.  Oleh karena itu, jangan membuat hidup Anda hanya sekedar hidup, ciptakanlah hidup yang pantas dikenang” — Tony Robbins

YennyIndra
TANGKI AIR ANTI VIRUS & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
PRODUK TERBAIK-
PEDULI KESEHATAN

https://mpoin.com/

SeruputKopiCantik

yennyindra

InspirasiTuhan #MotivasiKebaikan

mengenalTuhan #FirmanTuhan


Spread the love

Related Post