Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra
Emosi? Bagaimana Cara Mengelolanya?
Emosi adalah sesuatu yang unik. Bisa membuat hati berbunga-bunga, terlebih saat sedang jatuh cinta. Tetapi di saat lain, bisa membuat seseorang marah hingga meledak-ledak. Peperangan antar negara yang mengorbankan ribuan tentara meninggal, bisa terjadi, gara-gara dipicu oleh emosi dan ketersinggungan. Oh…
Banyak orang yang tidak menyadari, bahwa emosi itu dipengaruhi oleh apa yang kita pikirkan. Bagaimana kita memaknai kata atau peristiwa tertentu, yang menentukannya.
Bagi Orang Jawa, dikatain Goblok itu kasar.
Menyinggung perasaan. Merendahkan.
Dienk…..
Sampai saya ke Jakarta ikut berbagai seminar, dan kata Goblok bukan lagi kata kasar, justru itu kata untuk menyadarkan diri sendiri.
Nach lho…. !
“Segala sesuatu tidak memiliki arti, sampai kita memberikan arti,” ujar P. Prasetya M. Brata, guru Neurosemantic saya,
“Keadaan eksternal, tidaklah mengganggu manusia, tetapi makna yang kita berikan pada keadaan eskternal itulah, yang menentukan manusia.”
Kata Goblok diartikan sebagai penghinaan, pelecehan atau justru kata untuk memicu kesadaran diri, tergantung apa yang kita pikirkan dan makna yang disematkan di sana.
Kesimpulannya, jangan memuja emosi.
Tenang dulu. Coba telaah ulang apa yang kita pikirkan dan bagaimana kita telah memaknainya, maka kita bisa mengubah cara kita memandangnya, dengan sendirinya, perasaan dan emosi kita pun berubah.
Emosi itu bumbu kehidupan, membuat hidup berwarna, namun jangan menyembahnya. Jangan pula dianggap fakta karena kita bisa mengubahnya, dengan cara mengubah apa yang kita pikirkan dan melihatnya dari sisi pandang yang berbeda.
Mencoba berjalan di sepatu orang lain, istilahnya, salah satu trik agar berpikir lebih bijak. Tidak hanya melihat dari sisi kita.
Bergaul dengan banyak teman baru, tentu karakternya beraneka ragam.
Hhhmmm kadang ada saja yang menjengkelkan…
Tetapi kerap teman-teman di sekolah bilang,
“Ini kesempatan kita mempraktikkan teori di sekolah…”
Sebel sich… Egois pisan. Tapi maklum kan masih belajar. Nanti setelah sekolah 1-2 tahun pasti berubah. Dulu aku juga begitu….
Jadi jauuuh lebih sabar dan berusaha meresponinya dengan bijak.
Konon bijak itu, dengan cara tidak mengijinkan emosi kita menimbulkan lebih banyak masalah bagi kita, sementara kita sedang menyelesaikan masalah yang membuat kita marah.
Misalnya kita sedang bermasalah dengan Ani.
Kadang karena emosi, kita menumpahkan kemarahan dengan curhat kepada Sinta. Seluruh isi hati termasuk kecurigaan yang belum dicek kebenarannya diucapkan.
Nach… ternyata Sinta bercerita kepada temannya, temannya ke temannya lagi, dst hingga akhirnya sampai ke telinga Ani. Nach bisa jadi cerita yang didengar Ani sudah ditambah banyak bumbu-bumbu heboh, hingga membuat urusan dengan Ani menjadi sulit bahkan nyaris mustahil untuk diselesaikan. Runyam bukan?
Pelajarannya, ketika hati panas, diamlah.
Jangan ambil keputusan apa pun dengan hati panas. Tunggu tenang. Pikiran jernih. Pertimbangkan baik-baik apa yang hendak dikatakan atau diputuskan.
“Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi orang bodoh membiarkan amarahnya meledak,” kata Raja Salomo,
“Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada kesukaran.”
Hhmm…. Belajar yuk… Terutama meredam emosi dan mengendalikannya. Emosi ibarat api, sangat berguna jika dikendalikan dan teratur, namun kalau dibiarkan, hutan pun akan hangus terbakar. Jadilah bijak.
Be wise!
A wise man scales the city walls of the mighty and brings down the stronghold in which they trust.
Orang bijak dapat memanjat tembok kota para pahlawan yang perkasa dan meruntuhkan benteng yang mereka percayai.
YennyIndra
TANGKI AIR ANTI VIRUS & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
PRODUK TERBAIK-
PEDULI KESEHATAN