Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra
Beranikah Kita Menerima Fakta Or Mati-Matian Mempertahankan Gengsi?
Saya tertawa kecil, menertawakan kesalahan saya sendiri.
Salah tulis kalimat dalam Bahasa Inggris.
Lhah… Bahasa Inggris bukan bahasa ibu, maklumlah.
Apalagi rutin menulis setiap hari, itu tidak mudah. Kadang kehabisan stok tulisan, padahal besok mesti post.
Dalam keadaan ngantuk, memaksa diri menulis.
Kadang otak sudah slenco, kata Orang Jawa, gak beneran lurus, saking ngantuknya.
Konsisten itu butuh perjuangan…
Ada 1-2 teman yang sadar kesalahan saya dan memberi tahu.
Yang lain mungkin tahu, tapi males repot… Biarin saja, toh mereka ngerti yang dimaksud. Berbaik hati kepada saya, mengerti…
Sisanya bahkan mungkin tidak menyadarinya.
Maklum gak ada editor….
Dulu saya suka kepikiran klo berbuat salah seperti itu.
Duh, malunya…. Apa kata orang?
Tetapi dengan berjalannya waktu, makin dewasa, yah… Klo salah tinggal diakui dan minta maaf.
As simple as that.
Apa kata orang?
Ya terserahlah… Lha ini aku, apa adanya dengan segala kelebihan dan kekuranganku.
Masa harus berpura-pura lebih baik dari yang sesungguhnya?
Tambah beban dong… Apa adanya sajalah.
Tinggal ke depan diusahakan lebih baik.
Dengan bersikap seperti ini, hidup jaauuuh lebih enteng.
Seorang nyonya rumah akan menjamu tamu-tamu suaminya di rumah. Saat-saat terakhir baru sadar dia kekurangan 1 serbet. Jadilah ada 1 serbet yang tidak sama.
Sungguh hatinya merasa tidak enak karena tamu-tamunya orang-orang penting.
Dia pun berdoa agar para tamu tidak menyadarinya dan yang paling ditakutkannya, ini akan mempermalukan suaminya.
Acara pun dimulai, tamu-tamu terhormat hadir satu persatu.
Semua berjalan lancar, akrab, ramah.
Dahsyatnya, tidak ada seorang pun yang menyadari masalah serbet yang tidak seragam.
Doa menyelesaikan segala masalah, bukan?
Bahkan sedemikian asyiknya sang nyonya rumah melayani tamu-tamunya, hingga dia sendiri lupa tentang serbet!
Pelajarannya, kadang masalah kecil dianggap besar, karena kita yang tahu dan fokus di sana.
Orang lain belum tentu menyadarinya…
Kalau pun mereka sadar, sesungguhnya mereka gak punya waktu juga untuk memikirkannya.
Kita gak sepenting itu bagi orang lain.
Kadang kita yang kege-er-an berpikir kita sedemikan penting bagi orang lain. Sampai stres, kepikiran dan malu.
Memahami hal ini, sungguh membuat hidup jadi ringan.
Ternyata perasaan malu, takut apa kata orang, kuatir ditertawakan adalah tanda-tanda fokus pada diri sendiri.
Menganggap diri kita pusat dunia. Itulah definisi Sombong.
Gengsi. Padahal sahabat saya suka bercanda, sekarang gengsi dijual seribu dapat 3 biji.
Nach lho…
Sombong itu bukan menganggap diri kita lebih baik daripada orang lain.
Menganggap diri kita lebih rendah daripada orang lain, minder, itu juga kesombongan.
Sombong = menganggap dirinya pusat segala sesuatu.
Kesombongan inilah sumber berbagai pertengkaran.
Dibutuhkan kerendahan hati dan kebesaran jiwa, untuk bisa mengakui kesalahan dan menerima keadaan apa adanya.
Seorang sahabat menyarankan, agar saya tidak berkali-kali melihat catatan saat mengajar.
Klo ditanggapi dengan gengsi, pasti tersinggung. Siapa kamu? Justru menyalahkan kembali. Gak terima. Gengsi.
Tapi kalau kita berjiwa besar, ini input yang bagus. Karena sahabat ini ingin saya jadi lebih baik. Daripada ngomongin di belakang, better langsung.
Sejak Sekolah Charis dan bergaul dengan komunitas TLW, kami terbiasa bicara apa adanya dan diskusi perkataan Tuhan.
Saya berprinsip, klo saya berani bicara di belakang orangnya, saya pun berani mengatakan dengan kalimat yang sama di depan orangnya.
Klo ada sesuatu yang gak cocok, saya bicara langsung dengan jujur. Toh tujuan saya baik, demi kebaikan dia juga.
Apa yang saya lakukan menanggapi input tadi?
Saya telpon teman-teman yang saya tau bisa membawakan presentasi dan pengajaran dengan bagus dan menarik. Apa rahasia mereka? Bagaimana strateginya?
Hasilnya?
Saya sekarang bisa bawain pengajaran Tanpa harus terpaku terus menerus pada catatan…. Yeaaayyyy…..
Naik satu level. Berkat menerima input jujur.
Makanya heran sekali, melihat beberapa orang yang tidak bisa menerima kenyataan, kebenaran or kejujuran.
Nyatanya begitu, yo wes tho diakui… Gak usah ngamuk.
Minta maaf dan perbaiki. Daripada mempertahankan gengsi, – menyalahkan orang lain, demi menutupi rasa malu, menuntut orang lain dll. Sesungguhnya malu or tidak, itu pilihan. Kita sendiri yang memberikan arti.
Hidup koq dibikin ruwet.
“Gitu saja koq repot,” jare Gus Dur.
Kejujuran dan keberanian menerima input dan fakta secara positif, memang mahal harganya. Kadang hanya perlu keberanian untuk Face The Problem, hadapi permasalahan.
Tanpa menerimanya, kita mandeg. Stagnan.
Coba recheck, mungkin itu penyebab berkat terhambat, hidup tidak damai dan curiga seluruh dunia gosipin dirimu.
Akibatnya, sibuk membela diri, bukannya memperbaiki diri. Faktanya, kita tidak sepenting itu. Percayalah!
Orang lain gak sepeduli itu pada kita.
Bagaimana pendapat Anda?
The Meaning you give, The life you live. – Prasetya M. Brata, Provokasi
Makna yang Anda berikan, menentukan Kehidupan yang Anda jalani. – Prasetya M.Brata, Provokasi
YennyIndra
TANGKI AIR & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
PRODUK TERBAIK
PEDULI KESEHATAN