Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra
Sudahkah Kita Menciptakan Kebahagiaan?
Sebetulnya sejak awal pandemi, saya termasuk orang yang berhati-hati sekali menjaga, agar hidup saya tidak dicemari berita Covid tetapi memilih fokus pada Tuhan.
Tetapi beberapa minggu terakhir, dengan begitu banyaknya keluarga dan teman dekat yang terpapar bahkan meninggal, mau tidak mau, saya pun merasa terteror.
Dengan jujur saya minta Tuhan membawa saya kembali ke jalur yang benar, fokus hanya kepada-Nya.
Kemarin 10 juli’ 21 saya mengikuti acara kremasi Musa, suami sahabat saya, Bink, by zoom.
Ada acara testimoni dari saudara mau pun teman-teman Musa, baik dari dalam dan luar negeri. Teman-teman yang dikenalnya sejak masih sekolah, bahkan ada yang sejak Taman Kanak-kanak.
Dan saya terpukau mendengarnya.
Saya mengenal Musa sekitar 15 tahun lebih, ketika mulai stay di Surabaya.
Kami kerap makan bersama, atau sekedar berbincang saat Musa menjemput Bink setelah kami berkencan.
Selama ini saya ‘merasa’ cukup mengenal Musa, hingga saya menonton berbagai kesaksian tentang Musa, ternyata saya menemukan sisi lain Musa yang tidak pernah saya kenal.
Musa begitu lembut, rendah hati penuh perhatian, tidak pernah merendahkan orang lain, padahal dia lahir dan dibesarkan di dalam keluarga yang kaya raya, jauh di atas level ekonomi teman-temannya.
MDC Surabaya dimulai dari inisiatif Musa membujuk ortunya agar bisa mengadakan persekutuan doa di rumahnya. Dari sanalah banyak tokoh-tokoh besar dibentuk hingga menyebar ke seluruh dunia.
Atas inisiatif Musa pula, ortunya membiayai kuliah temannya yang nyaris drop-out. Dan sederet karya-karya lainnya, yang tidak pernah disebut saat Musa masih hidup.
“Siapa pun merasa nyaman berada di dekat Musa… mereka bisa menjadi diri mereka sendiri apa adanya. Ga usah jaim. Karena Musa tidak pernah judge orang lain, yang dibicarakan selalu sisi baiknya,” Bink menjelaskan keistimewaan Musa.
Wow….
Sheena… Bangga ya punya papa seperti Musa. Juga Bink, punya suami yang langka. Pribadi besar yang sudah membangun legacy sedemikian hebat, tanpa mengumbar banyak kata-kata.
Saya merenung.
Ketika seseorang masih hidup, jarang kita fokus pada kelebihannya. Justru yang selalu dikomentari itu kekurangannya.
Tetapi saat seseorang meninggal dunia tiba-tiba semua kebaikannya bak film panjang yang diputar di pelupuk mata.
Ingatan bisa menggali kebaikan lama yang selama ini ‘nyaris’ terlupakan.
Ketika saya menulis kisah “Sudahkah Kita Menghargai Apa Yang Kita Miliki?”
P. Welly berkomentar,
“Ya sudah kodrat manusia, kita tidak bisa menghargai sesuatu yang dimiliki. Setelah hilang baru sadar… Tapi sudah kasep (terlambat).”
Saya terhenyak!
Dan yang terbanyak, justru kita lakukan pada orang-orang terdekat kita.
Mungkin karena dekat jadi blur…. Silau… Gak jelas yang dilihat.
Mengapa kita tidak fokus saja pada kelebihan orang-orang terdekat kita sejak saat ini?
Menegaskan secara verbal kelebihannya, memujinya dan mengungkapkan kebanggaan kita kepada mereka, supaya tangki kasih mereka menjadi penuh dan merasa dicintai serta diterima apa adanya.
Menikmati kebersamaan dengan mereka dengan sikap hati penuh ucapan syukur.
Tentunya lebih menyenangkan bukan?
Kebiasaan saya menulis artikel di HP karena sering berada di jalan. Saat sedang konsentrasi menulis, lalu GPS perlu diubah tujuannya, akibatnya saya kurang cepat menggantinya. Nach saya kadang diomeli P. Indra karenanya.
Sebelumnya, saya suka sebal. Tetapi sekarang saya memilih mengabaikannya dan tetap memilih bersukacita.
Mengurangi ribuan pertempuran yang tidak perlu.
Hidup itu pilihan koq…!!!
Buat apa ribut urusan remeh-temeh begitu? Lebih baik menikmati kebersamaan. Konsekuensi punya suami yang kreatif. Pergi ke suatu tempat saja, inginnya pas pulang ambil jalur yang berbeda. Biar gak bosan lihat pemandangan yang sama, katanya.
Two Edged of Sword, dua sisi mata pedang.
Setiap orang ada kelebihan dan kekurangannya.
Klo dapat suami seperti P. Indra, ya itulah resikonya.
Seandainya saja saya punya suami yang kalem, sabar, di sisi lainnya, orang itu tidak suka perubahan & monoton… (Itu sudah hukum alam, ga ada manusia yang serba sempurna.)
Apa saya betah?
Gak jadi keliling dunia dong …
Nanti gak berani ambil resiko nyetir sendiri di negara yang baru pertama kali didatangi seperti P. Indra…. Apalagi dengan setir kiri.
Yo wes… Dinikmati saja.
Demikian pula dengan hal-hal lainnya dalam kehidupan.
Hitung berkat-berkat-Nya dan syukuri.
Kebahagiaan itu diciptakan, Bukan kebetulan.
Dibangun oleh hal-hal kecil yang kelihatannya sepele.
“When I started counting my blessings, my whole life turned around.” – Willie Nelson
“Ketika saya mulai menghitung berkat saya, seluruh hidup saya berbalik.( menjadi lebih membahagiakan, tentunya).” – Willie Nelson
Praktik yuk…. Mumpung masih ada kesempatan.
“A grateful mind is a great mind which eventually attracts to itself great things.” – Plato
“Pikiran yang bersyukur adalah pikiran yang hebat, yang pada akhirnya akan menarik hal-hal besar pada dirinya.” – Plato
YennyIndra
TANGKI AIR ANTI VIRUS & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
PRODUK TERBAIK-
PEDULI KESEHATAN