Sudahkah Kita Menghargai Apa Yang Kita Miliki?

Spread the love

Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra

Sudahkah Kita Menghargai Apa Yang Kita Miliki?

“P. Indra luar biasa lho. Selain diminta semua share location, lalu aku ditelpon, ditanya masih ada ga mobil di belakangku? P. Indra ingin memastikan, mobilku mobil yang paling belakang dan tidak ada yang tersesat,” ujar Dacy, “Kita semua diminta berkumpul di suatu tempat, ketika akan masuk ke jalan yang lebih kecil dan agak membingungkan, dipandu agar tetap bisa konvoi.”

Oh … Itu sesuatu yang biasa bagi keluarga kami. P. Indra selalu minta share location supaya bisa dimonitor. Dan saya tidak pernah memperhatikan ini sebagai ‘tindakan kasih & perhatian’ P. Indra, sampai Dacy memujinya.

Familiar?
Sampai orang lain menunjukkan atau setelah kita kehilangan, baru sadar ternyata ‘milik’ kita sangat berharga.

Bahkan kadang anak-anak komplain karena dimonitor, klo salah jalan  jadi ketahuan, langsung ditelpon papanya. P. Indra ingin memastikan dalam perjalanan jauh Surabaya ke Jakarta, anaknya dalam keadaan aman. Klo terjadi sesuatu, bisa cepat dicarikan bantuan.
Dan butuh usaha, kemauan dan waktu untuk memonitor perjalanan, seandainya saja mereka menyadari serta bisa menghargainya.

Segala sesuatu tidak punya arti, sampai kita memberikan arti, ujar guru saya P. Prasetya M Brata.

Victor Frankl dari Austria berujar serupa, “The meaning of life is to give life meaning.”

Dacy memberikan arti tindakan P. Indra sebagai tanggungjawab seorang pemimpin yang peduli, sedangkan ada anak yang mengartikan sebagai kontrol dari papanya.

Putri seorang sahabat yang ingin membangun hotel, terkagum-kagum dengan P. Indra yang bisa membangun pabrik di 2 kota yang berbeda, hanya dengan monitor melalui HP, CCTV, dan foto serta video. Karena seringnya membangun pabrik dan gudang, P. Indra punya tukang-tukang sendiri. Sudah saling paham.
Papanya gak bisa.
Dia ingin punya papa seperti P. Indra. :-). Tetapi anak-anak kami nyaris tidak memperhatikan hal itu sebagai kelebihan papanya. 🙁 Dunia memang unik!

Akhirnya terbukti, ketika Elisa butuh tempat usaha yang baru, papanya yang mengurus dari kebutuhan rak, lift barang, gudang dsb. Demikian juga Chris saat mesin baru datang. Kebutuhan bangunan, fondasi dll, papanya yang mengurus. Ada kesulitan dan masalah, akhirnya datang pada ortu juga.

“Ada saatnya aku merasa kesal diatur-atur papa, tapi tanpa papa, aku gak jadi siapa-siapa,” Elisa bercerita dengan penuh syukur,
“Papa temanku baiiik sekali, tapi anaknya gak pernah diajarin apa-apa. Akhirnya, temanku ya gak jadi apa-apa, wong dia gak tau mesti ke mana?. Sekarang aku bersyukur punya papa yang mau ‘ngributi’ aku.”

Ada periode dimana anak-anak ingin bebas, bahkan ingin jadi anak orang lain. 🙁
Mungkin sebagian istri pun begitu. Suami orang lain nampak lebih oke dari suami sendiri.

Apakah P. Indra sempurna?
Sama sekali tidak!
Ada kalanya menjengkelkan…
Saya tidak menikahi malaikat.
P. Indra bukan romeo, yang pandai bermanis kata.  Tetapi dia bertanggungjawab, tahu apa yang harus dilakukannya dan bisa diandalkan.
Saya lebih menyukai Bukti Bukan Janji. Tidak seperti drama korea tentunya…
Tapi enak makan & enak tidur!

Ps. Jeffry Rahmat mengajarkan: Endingnya ke mana?
Ibarat nonton film, di fast-forward, akhir kisahnya bagaimana?

Ada berbagai karakter manusia di dunia ini.
Kalau kamu punya papa/suami yang pendiam vs cerewet, penakut vs justru suka nekad, bermulut manis vs sarkastik, gak romantis vs romantis ala sinetron, endingnya kamu di mana?
[Kalau punya papa/suami model P. Indra, endingnya di mana?]
Lalu kamu suka yang mana?
Ya pilihlah! Hidup itu pilihan.

Gak ada papa/suami yang bisa multi tasking, sukses, romantis seperti romeo pula.
Mengutip judul buku sahabat saya, Agus Setianto: Suami & papa kita bukan malaikat.

A double-edged sword, 2 sisi mata pedang, adalah hukum kehidupan – Linda Connors. Yang menguntungkan mau pun tidak menguntungkan itu Satu Paket. Orang yang rajin bekerja & logis, biasanya tidak romantis. Pria yang mendayu-dayu, biasanya tidak  rajin atau kurang trampil bekerja.

“Terima pasangan kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Karena di luar sana banyak lho wanita yang dengan senang hati menerima suamimu,” kata Joel Osteen.
Nasehat serupa untuk anak-anak, mau papa model apa? Semua ada kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Tuhan itu tahu masing-masing kita seperti apa karakternya dan apa yang kita butuhkan, sehingga diberilah kita suami atau papa sesuai kebutuhan masing-masing. Tujuannya agar kita bisa menjadi pribadi yang terbaik sesuai rencana-Nya.
Pertanyaannya:
Apakah kita dengan senang hati sepakat berjalan bersama atau mau jalan sendiri? Tuhan memberi kita kehendak bebas!


Kami mengendarai mobil bersama-sama karena mau refreshing bersama teman-teman. Pandemi gak bisa ke tempat yang keren-keren.

Kata Zig Ziglar, “Kalau hidup memberimu jeruk, buatlah limun.”

Yo wes….kami pun refreshing sekedar makan Sate Maranggi, nasi oncom, gorengan dan aneka es….lalu ke pasar induk grosir dan terakhir menikmati bunga anggrek. 🙂

Jangan khawatir, pasar sudah sepi menjelang sore… Di sana kalau beli buah minimum 1 peti atau 1 karung. Jeruk medan1 karung, salak pondoh 1 karung, mangga 1 peti. Beratnya bisa 40-an kg. Pas kami rame-rame, jadi bisa sharing.

Jeprat.. Jepret … Foto-foto di antara bunga-bunga anggrek yang cantik. P. Dolfi & B. Nini bak Romeo & Juliet diantara anggrek yang bermekaran. Setidaknya wall IG jadi ada isinya… 🙂

Dan bahagia itu memang sederhana koq, kalau saja kita mau living content – menikmati hidup bahagia dan damai, di mana pun kita berada.

Ternyata teman-teman begitu terpikat dengan sate maranggi, hingga sebelum pulang pun, ramai-ramai makan sate lagi.

“Kapan lagi?,” Kata Sari sambil tertawa.
“Baru kali ini sehari makan 2X di resto yang sama,” sahut Donna terbahak.
Lengkap dengan bakwan ndeso-bakwan isi sayur ala kampoeng.
Imam gak bosan-bosannya menikmati  tutut-kerang sawah …

Dan kami semua berbahagia. Sederhana ya?
Tetapi itu sebuah kemewahan di masa pandemi. Praise The Lord!

Life doesn’t come with an instruction book; that’s why we have fathers.(H. Jackson Brown, Jr). A father is neither an anchor to hold us back, nor a sail to take us there, but a guiding light whose love shows us the way. 

Hidup tidak hadir dengan buku petunjuk;  itu sebabnya kita memiliki ayah. (H. Jackson Brown, Jr).  Seorang ayah bukanlah jangkar untuk menahan kita, atau layar untuk membawa kita ke tujuan, tetapi cahaya penuntun yang menunjukkan jalan kepada kita melalui cintanya.

YennyIndra
TANGKI AIR ANTI VIRUS & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
PRODUK TERBAIK-
PEDULI KESEHATAN

https://mpoin.com/

SeruputKopiCantik

yennyindra

InspirasiTuhan #MotivasiKebaikan

mengenalTuhan #FirmanTuhan


Spread the love

Related Post