Seruput Kopi Cantik
Yenny Indra
Insecure? Ini Solusinya!
Sadarkah kita bahwa setiap kita punya perasaan tidak aman, sesuai level masing-masing? Orang yang merasa tidak aman, berhubungan dengan orang tidak aman lainnya. Bisa dibayangkan, betapa rumitnya .. Konflik demi konflik terjadi, tanpa penyelesaian yang jelas.
Saya ingat sekali, mama begitu peduli dengan pendapat orang lain. Apalagi kami tinggal di kota kecil. ‘Apa kata orang?’, menjadi batasan yang menyulitkan saya menjadi diri sendiri.
Teringat kisah seorang bapak dan anaknya yang hendak menjual kuda ke kota. Ketika si bapak yang menunggang kuda dan si anak menuntunnya, orang yang kewat memberi komentar: “huh bapak yang tidak punya perasaan.”
Lalu gantian, si anak yang naik kuda dan si bapak yang menuntunnya, orang yang berpapasan memberi komentar, “Dasar anak durhaka, tidak tahu diri, orangtua disuru jalan, anak yang dengan enaknya naik kuda.”
Nach lho….
Moral cerita, setiap orang punya pendapat yang berbeda! Mustahil menyenangkan semua orang. Banyak orang yang terjebak, ingin diterima lingkungannya, ‘memaksakan¹ diri hidup diluar keinginan dan kemampuannya. Demi jaga image. Hidup dengan topeng.
“Kebanyakan orang hanya menyembunyikan perasaan tidak aman dalam diri mereka, hidup di balik topeng dan menyangkali diri mereka yang sebenarnya — dan orang yang mengaku percaya Tuhan, terkadang justru yang terbaik dalam hal itu!”, Jelas Arthur Meintjes,
“Namun dengan menyembunyikan rasa tidak aman, perlahan kita kehilangan siapa jati diri kita sesungguhnya. Menyembunyikan rasa tidak aman, bagaikan mengobati kanker dengan aspirin — mungkin membuat Anda merasa lebih baik selama beberapa jam, tetapi itu tidak akan menyelesaikan masalah.
Bagi orang-orang yang merasa tidak aman, dia harus selalu benar. Dan berbeda pendapat merupakan masalah besar.”
Setelah belajar di Sekolah Charis, nilai-nilai yang saya hidupi makin jelas dan terarah. Tidak takut untuk berbeda dengan orang lain, Jika itu berdiri di atas kebenaran firman Tuhan. Terlebih lagi para guru memberikan teladan dengan berbagi kehidupannya.
Arthur Meintjes, salah satu guru favorit saya mengajarkan, satu-satunya cara menyembuhkan perasaan tidak aman, -insecure-, dengan bercermin pada firman Tuhan, standar kebenaran Tuhan yang tidak pernah berubah.
Ketika memandang dan mempelajari firman Tuhan, kita mengenal Allah, sekaligus mengenal diri kita sendiri. Itulah jati-diri kita yang sejati. Allah ada di dalamku, maka karakter saya yang sejati adalah karakter Allah.
Wow…. Keren…
Identity is the deep knowledge of where I come from, where I’m going, and to whom I belong.
Identitas atau jati diri adalah pengetahuan mendalam tentang dari mana saya berasal, ke mana saya pergi, dan milik siapakah saya.
Saya berasal dari Dia, kelak akan pergi kepada-Nya dan saya adalah milik-Nya.
“Perubahan yang sejati adalah perubahan yang tidak diupayakan, tetapi terjadi secara natural karena keintiman hubungan kita dengan Allah. Jika diupayakan, yang diubah 95% hanyalah penampilan luarnya saja,” ungkap Arthur Meintjes.
Bertahun-tahun saya merasa bersalah (merasa tidak aman), karena mengirimkan Christian ke Australia setelah lulus SD, pertimbangannya Chris juara junior golf saat itu. Dengan pemikiran agar golf dan sekolah maju bersama. Dan mengirim Elisa setelah lulus SMP.
Para ahli pendidikan senantiasa menyarankan agar anak berpisah dengan ortu setelah berusia 17 tahun. Agar nilai-nilai kehidupan sudah mapan.
Ketika saya flashback, baik Elisa mau pun Chris, tumbuh menjadi pribadi yang tahu persis apa yang mereka inginkan, mandiri dan bersiteguh mengejar apa yang diinginkannya. “_I know what I want_,” ujar Elisa percaya diri. Dan ini tidak mudah. Anak-anak bukan Yes-Man yang selalu tunduk pada apa kata ortu. Kami mengalami konflik-konflik yang tidak mudah.
Dan mengalami fase ‘Sepakat Untuk Tidak Sepakat.’
Menurut Arthur, hanya orang dewasa yang bisa menjalani ‘Sepakat untuk Tidak Sepakat’ dengan cara yang baik. Untunglah saya belajar dari pendapat pakar yang memang ahli di bidang tersebut, sehingga merasa baik-baik saja.
Bayangkan jika saya minta pendapat, tetangga, tentu dianggap menyalahi pakem ‘apa kata tetangga’?
Dan bisa dikritik habis-habisan. Padahal kita berpikir berdasarkan persepsi. Jika persepsi kita salah, cara kita bereaksi dan mengambil keputusan juga salah.
Apa yang saya lakukan?
Berdoa dan menyerahkannya kepada Tuhan!
P. Indra punya pendapat sendiri dan anak-anak juga. Cara pikir mereka berbeda.
Untunglah anak-anak terbiasa berpikir logis.
Kami terbiasa bernegosiasi dengan menyodorkan pendapat para pakar. Saling kirim link artikel. Dari pendapat Warren Buffett, Jim Collins, para pakar bisnis lainnya, hasil research sampai pembuktian bahwa strategi yang diterapkan anak-anak berhasil.
Mudahkah? Sama sekali tidak!
Apalagi saat belum kelihatan hasilnya. Dan itu itu butuh waktu sampai menghasilkan bukti, sehingga ke dua kubu bersedia saling kompromi dan support.
Apalagi dalam setiap hubungan, masing-masing berpikir sesuai persepsi dan asumsi yang belum tentu benar.
Apa kata dunia?, ini yang ditakutkan oleh banyak orang. Belajar dari Arthur Meintjes, ternyata ‘Sepakat Untuk Tidak Sepakat’, itu sah-sah saja. Bahkan sikap yang dewasa.
Saya pun belajar, untuk memprioritaskan apa yang penting. Ibarat lomba lari, Run Your Own Race. Jangan mengurusi komentar penonton di tepi lapangan. Yang penting goal tercapai.
Anak-anak mandiri, mampu berbisnis sendiri, mampu menemukan serta mengembangkan talentanya secara maksimal.
Elisa berbisnis peralatan olah raga dengan brand: The Republic of Svarga. Christian mampu mengembangkan tangki Anti Virus MPOIN dengan berbagai kelebihannya. Nicholas mulai menemukan keunikannya, berbisnis di bidang IT sesuai talenta khususnya. Michelle yang masih kuliah sedang mempersiapkan diri.
Apakah mereka berhasil karena kehebatan P. Indra dan saya sebagai ortu?
Sama sekali tidak!!!!
Perenungan ini justru meneguhkan kembali prinsip saya:
Karena Yusuf disertai Tuhan, maka potifar diberkati, apalagi jika ada seorang istri, ibu dll yang bersedia mencari Tuhan, maka berkat Tuhan akan mengejarnya dan everything will fall into place (segala sesuatu berada di tempat yang seharusnya), sungguh terbukti.
Cari Tuhan dan kebenarannya maka semuanya akan ditambahkan dalam hidup kita.
Tuhan yang memberi ide, mempertemukan anak-anak dengan orang-orang baik dan tepat, yang pada akhirnya membawa mereka pada tujuan Tuhan bagi hidup mereka dan membawa kami semua, yang semula tidak sepakat, menjadi sepakat. Demikian pula di berbagai bidang kehidupan yang lain dan dalam membangun relationship dengan siapa saja.
Apakah semua sudah kelihatan hasilnya? Tentu saja tidak!
Sebagian masih dalam proses, sebagian saya tidak tahu jalan keluarnya.
Saya suka dengan ungkapan Andrew Wommack,
“Saya belum mencapai tujuan tetapi setidaknya saya sudah berangkat.”
Kalau menunggu sempurna, akhirnya tidak berbuat apa-apa.“
Penonton mungkin saja mengkritik, ibarat sedang menyulam, mereka melihat kacaunya benang yang ke kanan dan ke kiri… Tidak jelas gambar apa.
Namun saat semua selesai, barulah mereka terpukau … Wow indahnya.
Jaminannya apa kalau pasti berhasil?
Apabila Tuhan ada di pihakku, siapakah lawanku? Kalau Tuhan menyertai, gak ada yang mustahil. Jika Tuhan sudah memulai, Dia akan menyelesaikannya.
“Terjadilah sesuai imanmu,” kata Tuhan.
Dan saya percaya!
Bagaimana dengan Anda?
Yes, you may feel unqualified, uneducated, untrained, under-gifted oe even unworthy. Yet… Those are excellent qualifications for God to do a mighty work- Charles R Swindoll.
Ya, mungkin saja Anda merasa tidak berkualitas, tidak berpendidikan, tidak terlatih, kurang berbakat atau bahkan tidak berharga. Namun … Itu adalah kualifikasi yang sangat baik bagi Tuhan untuk memakai Anda melakukan pekerjaan (-Nya) yang hebat – Charles R. Swindoll.
YennyIndra
TANGKI AIR ANTI VIRUS & PIPA PVC
MPOIN PLUS & PIPAKU
PRODUK TERBAIK
PEDULI KESEHATAN
Or